Never Say "Good Night"

Monday, October 22, 2018

Gambar yang gue ambil ketika diperjalanan ke Bandung

Di siang hari, gue duduk termenung sambil berfikir, ‘Duh enak kali ya kalo bisa tinggal di Bandung. Meskipun macetnya sekarang udah enggak ketulungan. Tapi nyaman banget tinggal disini.” Itu yang gue pikirin ketika gue lagi duduk di salah satu café di Miko Mall, Bandung. Gue bangun pagi buta memasang alarm yang beruntun cuma buat datang ke Bandung, mengobati rasa rindu gue dengan Bandung. Pernah enggak sih kalian merasa rindu terhadap sebuah kota? Bukan terhadap seseorang? Gue berharap bisa begitu. Kenyataannya enggak. Orang tersebutlah yang memotivasi gue buat tinggal di Bandung. Hingga sekarang, dimana gue menulis cerita ini. Gue masih berharap bisa tinggal di Bandung.


Zaman gue masih duduk di bangku kuliah. Gue kenal seorang cewek yang dimana gue kenal cewek tersebut dari Instagram “What!? Lu percaya sama cewek-cewek di Internet, Rom!!?”, itu yang selalu dikatakan sama Fandy, temen curhat gue dan temen ngopi gue. Gue mau cerita sedikit tentang Fandy, dia ini temen gue dari SMA, lalu dia kuliah di luar daerah. Daerah yang cukup jauh. Tapi dia lebih bahagia disana kayaknya, secara lingkungan disana lebih asri, adem dan nyaman. Ketimbang dibandingkan dengan Jakarta, macet, penat dan polusi dimana-mana. Loh kok gue jadi membandingkan Jakarta dengan kota lain, ketimbang ceritain Fandy ini? Yaudah pokoknya gitu deh.

Balik lagi ke cerita awal, sebut aja cewek ini namanya Kirana, eh jangan deh terlalu Indonesia banget. Secara cewek yang baru gue kenal ini mukanya agak ke korea-korea-an. Jangan dibayangin Tiffany Young ya, beda jauh. Cakepan Tiffany, tapi kalo lu liat cewek ini. Lu bisa singkirin Tiffany dari list idola lu. Percaya deh sama gue. Oke, kalo begitu sebut aja cewek ini namanya Hana. Pas! Hana nama yang cocok buat dia.

Ketika gue liat Instagram Hana di explore. Gue melihat ada sosok Tiffany Young muda lagi selfie dengan postingan foto yang diuploadnya sengaja miring. Gue buka profile tersebut, Masha Allah, ini pertama kalinya gue merasakan keindahan ciptaan Tuhan. Lebih indah dari lautan, lebih indah dari pegunungan dan yang jelas lebih indah dari wanita mana pun. Kalian akan berfikir, “Ah! Itu mah selera lu aja kali Rom”. Iya emang, itu selera gue banget, dan gue enggak memaksa kalian buat sama dengan selera gue saat ini. Gue stalk IG dia, gue menemukan akun keduannya yang dimana nomor dia tertera di biografi IGnya. Gue save, lalu gue mencoba beranikan diri untuk ngeDM dia. Gue gabisa ceritain semua isi Dmnya, yang intinya gue berhasil dapetin nomor dia. “Loh? Bukannya lu udah dapet, Rom?”, ya gue udah dapet. Cuma gue enggak mau dia curiga kalo gue ngepoin dia. Akhirnya gue berpura-pura kalo gue belum punya nomor dia.

Pagi-Siang dan malam gue chat-an sama dia. Sampai akhirnya gue berada ditahap saling jujur, gue cerita tentang masa lalu gue. Dimana gue sempet mau gagal tunangan. Dia pun begitu, sama seperi gue. Pernah mau menuju kesempurnaan, namun gagal mungkin lebih tepat, belum saatnya. Kita saling mengasihi satu sama lain. Gue mentertawakan masa lalu gue, dia pun juga. Mentertawakan masa lalunya. Kita berbagi tertawa satu sama lain.

Larut malam tiba, gue sama Hana kehabisan topik pembicaraan, waktu juga sudah menunjukan pukul 23.00 WIB. Sudah waktunya tidur untuk seumuran mahasiswa DKV yang jarang banget ada waktu kosong untuk menikmati kasur. “Hehe Rom, udah malem. Kamu tidur sana, besokkan kuliah. Aku juga mau tidur nih”, ucap Hana di whatsapp. Enggak gue bales. Karena gue takut besok kehabisan alesan buat chat Hana lagi. Itulah alesan gue kenapa enggak pernah ngucapin “Good Night” ke orang yang gue sayang. Karena gue enggak mau ada yang memisahkan antara gue dan Hana, meskipun itu malam sekali pun. Kenyataanna, kita dibedakan oleh Gubernur yang berbeda, wali kota yang berbeda dan juga kota yang berbeda. Hana tinggal di Bandung, gue di Jakarta. Kita jauh, meskipun dengan kereta cuma butuh waktu 3 jam 10 menit. Tetep aja, untuk gue yang seumuran mahasiswa baru. Belum punya cukup uang untuk liburan sendiri ke Bandung. Gue belum punya pekerjaan pada waktu itu, jadi uang jajan gue hanya bersumber dari orang tua gue.

Seiring berjalannya waktu, kita pun akhirnya jadian. Yes! Gue bisa mengobati hati gue yang dulu pernah terluka. Seneng banget gue, gue pacaran sambil menimba ilmu, gue belajar bahasa sunda. Akhirnya gue bisa nyebutin salah satu nama kota di Bandung, yang dimana buat gue pronnounce kata tersebut susah banget disebutin. Yaitu Ciumbuleuit, coba deh kalian yang baca ini. Sebutin nama kota tadi. Gue baru bisa nyebutin nama ini secara benar ketika gue pacaran sama Hana. Salah satu prestasi yang bisa gue ambil dari hubungan gue sama Hana.

“Atas nama Romy!”, nama gue dipanggil sama salah satu karyawan Starbucks di Miko Mall. “Ini mas, kita lagi ada promo untuk pemegang kartu member." Wah gue dapet free chocolate mousse. Gue jadi inget, Hana ini bisa masak, bahkan bisa dikatakan jago masak. Istri idaman kan? Bisa masak, ini juga pengalaman pertama gue punya pacar jago masak. Gue pernah beli cake chocolate di salah satu toko online temen gue. Enak banget, terus gue cerita ke Hana, “Han, aku beli kue coklat regal enak banget. Semacam Chocolate Mousse gtu”“Ah, aku juga bisa bikin gituan, malah aku bisa bikin pake coklat putih”, balas Hana. Wow dari situ hidup gue akan berwarna kelak ketika menjadi suaminya Hana.

Sedang asik-asiknya menikmati momen kemesraan yang gue bangun dengan Hana, ada sebuah tragedi yang dimana merubah segalanya. Gue sama Hana ini, sering banget miskom, ya menurut gue ini biasa sih untuk para pejuang LDR. Kekuatan provider dan sinyal sangat dutamakan. Kita sering miskom sampe-sampe harus berantem. Sampe akhirnya gue memuncak. Gue sama Hana putus. Iya… Putus, cepet banget emang. Itu pun karena hal sepele sih. Di karenakan gue yang amat sangat tidak peduli dengan hal sepele yang dibesar-besarkan. Di masa-masa kejombloan gue yang baru-baru ini, gue kenal lagi dengan salah satu cewek. Anggap aja nama nya Dikta, gue sama Dikta ini jadi deket. Gue pernah jemput dia ketika dia pulang kerja. Tapi apa? Momen yang gue bangun dengan Dikta enggak membuat gue lupa sama Hana.

Dikta gue akuin sebagai pelarian, dan gue gagal lari dari Hana. Pada saat itu gue mencoba membangun ulang yang pernah gue bangun dulu bareng Hana. Gue coba hubungin Hana lagi, alhamdulillah Hana merespon dengan positif. Lanjut dari situ kita kembali deket, hingga akhirnya kita balikan lagi. Hidup gue kembali berwarna. Mungkin bisa dibilang, pelangi muncul ketika hujan reda. Sedang asik melihat keindahan pelangi, tiba-tiba langit terdengar suara petir kenceng banget. Menandakan hubungan gue dengan Hana kini kembali renggang. Gue sama Hana berantem habis-habisan bak suporter bola yang di panas-panasin sama oknum-oknum tertentu. Hana marah besar ke gue, ketika dia tau keberadaan Dikta. Hana ngestalk blog tulisannya Dikta, yang dimana Dikta mencertiakan secara rinci hal apa saja yang gue pernah lakuin waktu sama Dikta. Tenang, enggak sampe ngelakuin hal dosa kok. Masih dibatas wajar layaknya jalan sama gebetan. Dari situ Hana panas, dari situ juga Hana meganalogikan bahwa dirinya ini selembar kertas. Dimana ketika kertas baru yang masih bersih putih polos, lalu kertas tersebut dibejek-bejek dan dirapihkan lagi. Kertas tersebut tidak akan terlihat seperti baru. Dari situ, kepercayaan Hana berkurang ke gue. Suatu hubungan yang dimana komunikasi dan kepercayaan itu penting. Salah satu dari komposisi tersebut hilang. Ini udah enggak bisa dikatakan sebuah hubungan. Karena isinya adalah pikiran negatif yang merujuk kita saling tuduh-tuduhan. Sampai akhirnya dia pecah emosinya, pada saat itu gue baru sadar. Gue salah, gue salah. Gue harus minta maaf. Pada malam hari itu juga, gue membuka aplikasi tiket online. Gue beli tiket kereta untuk pergi ke Bandung pada pagi-pagi buta. Dengan maksud dan tujuan untuk meminta maaf ke Hana secara langsung. Dan kalo gue berhasil bertemu Hana, ini adalah pertemuan pertama dan terakhir gue ke Hana.

Pukul menunjukkan jam 5 pagi, alarm gue berbunyi. Gue bergegas mandi dan merapihkan pakaian. Berangkatlah gue ke satsiun Gambir. Sesampai di Gambir, gue menunggu beberapa jam. Karena gue terlalu bersemangat buat ke Bandung. Gue kecepetan, kereta yang akan gue tumpangi 2 jam lagi baru dateng. Sambil membaca buku dan melihat notifikasi (beharap Hana bales chat gue). Terdengar suara pengumuman bahwa kereta yang akan gue naikin datang. Finally! Gue ketemu Hana!.

Di perjalanan menuju Bandung, muncul notifikasi chat dari Hana. Bahwa Hana justru sedang on the way ke kota lain. Didukung dari whatsapp storiesnya dia yang enggak gue percaya, karena kualitas fotonya sangat meragukan untuk hasil foto yang diambil dari handphone. Gambarnya pecah banget, seakan gambar yang di download dari Google. Atas dasar hal tersebut, gue melanjutkan perjalanan gue ke Bandung. Dan memaksa Hana jujur kalo dia itu bohong, enggak lagi di kota lain. Tapi Hana kekeuh menolak untuk bertemu gue dengan alasan ia lagi enggak di Bandung. Gue sangat-sangat tidak percaya sama dia pada saat itu.

Sampailah gue di Bandung, gue menuju Miko Mall, karena dari cerita yang pernah Hana ceritakan ke gue. Dia tinggal di deket sana. Sampailah gue di Miko Mall, duduk diantara orang-orang yang baru pulang kerja. Gue berharap banget Hana dateng samperin gue. Gue pengen dateng ke rumahnya, cuma gue enggak tau rumahnya dimana. Jadi gue nunggu dia di Miko Mall. Dengan mata yang was-was sambil menguping barista Starbucks mengucapkan kalimat “Selamat Datang”, pada saat itu gue berharap yang datang adalah Hana. Tapi kenyataannya bukan. Tau kepergian gue ke Bandung. Tiba-tiba Fandy menelfon gue, “ Rom lu di Bandung?? Ngapain??”. Ceritalah gue ke Fandy apa yang lagi gue alamin. Dengan tegas Fandy bilang “Bego lu, Rom!”.

Seketika gue tersadar, iya gue Bego… Bego banget. Lalu Fandy bilang ke gue, “Yaudahlah Rom. Ikhlasin aja. Masih banyak kok cewek diluar sana. Jangan lemah ah, lu pulang jam berapa?”“Jam 8 Fan”. “yaudah hati2 lu”. Dasar sahabat, gue kira gue mau di jemput. Ternyata basa-basi doang.

Banyak banget pelajaran yang gue ambil dari kejadian ini. Gue jadi mengerti hal yang namanya takdir. Ternyata jangan pernah minta keadaan dirubah, karena ketika lu minta keadaan yang sesuai harapan lu dan ternyata enggak terkabul. It mean, Tuhan enggak jahat sama lo, karena doa yang sering lu panjatkan, enggak dikabulin olehNya. Justru Tuhan itu baik, lu dikasih jalan hidup yang lebih baik dari yang lu pinta. Karena Tuhan itu yang menciptakan lu, jadi Dialah yang paling ngerti sama apa yang harus lu jalanin. Justru mintalah dilapangkan dadanya seperti doa dari Nabi Musa, “Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii”, yang artinya “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku”. Dengan begitu, ketika dada lu udah lapang. Mau cobaan seberat apapun lu enggak akan sedih sampe berlebihan, karna masih banyak kapasitas di dada lu untuk menyimpan cobaan-cobaan tersebut. Pelajaran tersebut gue ambil dari sharing ilmunya Ust. Hannan Attaki.  Jadi kesimpulannya adalah, terus aja maju ke depan. Jadikan masa lalu sebuah pelajaran bukan dijadikan sebagai penghambat kehidupan. Inilah kehidupan, kalo enggak ada masalah. Lu enggak punya pelajaran hidup. Begitu pula diciptakannya Nabi, biar bisa jadi suri tauladan yang dapat lu ambil untuk sekarang dan kelak nanti (di akhirat).

Pada akhirnya di cerita ini, gue harus pulang tanpa bertemu orang yang gue sayang, tetapi gue pulang dengan keberanian untuk mengucapkan “Good Night” pada saat gue mau istirahat di kereta malam hari dari Bandung ke Jakarta. Yang berarti, esok hari gue bakal kehabisan bahan untuk memulainya duluan, dan inilah akhir kisah gue dengan Hana. Jauh, hilang, namun berkesan. Good Night, Hana.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe